Menjalin Simpul Identitas Visual Bintaro Design District 2025 oleh Satu Collective
Bintaro Design District (BDD) kembali hadir tahun ini dengan tema “Lintas Batas” yang akan berlangsung pada 22 Oktober hingga 1 November 2025. Tahun ini, BDD mengajak para desainer, arsitek, dan pelaku kreatif lintas disiplin untuk merenungkan ulang konsep “batas” dalam praktik desain dan kehidupan sehari-hari. Tema ini muncul dari refleksi bagaimana batas-batas yang dahulu sangat tegas kini semakin kabur, berubah, dan menuntut interpretasi baru.
Seto Adi Witonoyo dari Satu Collective, yang kembali dipercaya sebagai direktur desain BDD 2025, menjelaskan bagaimana tema “Lintas Batas” diterjemahkan ke dalam identitas visual. “Tema ‘Lintas Batas’ kami terjemahkan secara cukup literal pada logo tahun ini. Kami merasa pendekatan ini paling kuat secara visual sekaligus konseptual,” ujarnya. Dalam prosesnya, Satu Collective memilih elemen tali tambang, khususnya paracord, sebagai simbol utama.
Menurut Seto, tali tambang melambangkan masing-masing disiplin desain yang berbeda, yang bertemu, beririsan, dan akhirnya menyatu membentuk simpul. “Simpul itu adalah simbol dari kesatuan dan potensi kolaborasi. Jalur-jalur yang berbeda disatukan dalam satu ikatan, melambangkan harapan akan lahirnya kerja sama lintas disiplin yang segar dan bermakna,” tambahnya. Proses pemilihan paracord sebagai inti visual element tidak lepas dari diskusi panjang bersama pihak kurator dan pernyataan kuratorial BDD.Pendekatan visual BDD tahun ini juga berbeda dari tahun sebelumnya. Pada BDD 2024, tema yang diangkat menekankan keterhubungan manusia dengan material, menggarisbawahi aspek kewujudan (tangibility) dan ketidakpresisian manusia sebagai makhluk kreatif. Saat itu, seluruh elemen visual dibuat responsif dan saling terhubung, sejalan dengan semangat tema.
Tahun ini, Satu Collective memilih jalur sebaliknya. Identitas visual diterapkan pada objek yang justru tidak interaktif, yaitu tambang. “Kami menyoroti tarikan antara ketertarikan orang untuk terlibat dan batas-batas yang ingin mereka lintasi. Tambang di sini bukan hanya objek, tapi menjadi metafora dari proses kreatif dan kolaboratif yang mengikat banyaknya pihak dalam BDD,” kata Seto. Pendekatan ini menegaskan ketegangan antara keinginan untuk melampaui batas dengan kondisi batas yang tetap ada dalam praktik sehari-hari.
Selain elemen objek, tipografi juga menjadi perhatian utama dalam perancangan identitas visual BDD 2025. Seto menjelaskan, “Kami sengaja membuat logotype yang tampak ‘kacau’, tidak presisi, dan menolak keteraturan konvensional.” Langkah ini diambil untuk mendisrupsi bentuk visual dari tahun-tahun sebelumnya serta mempertanyakan ulang fondasi dari sistem tipografi itu sendiri. “Kami ingin kembali ke hal-hal yang paling mendasar, mempertanyakan apa yang membuat bentuk huruf dapat dimengerti, dan bagaimana bentuk itu bisa dibelokkan tapi tetap bermakna,” lanjut Seto.
Logotype yang dirancang kemudian menjadi cerminan dari ketegangan antar batas dan ruang eksperimentasi desain. Pendekatan ini juga selaras dengan gagasan BDD untuk membuka percakapan lintas disiplin dan mendorong eksplorasi di ranah visual. BDD 2025 mencoba memperluas pemahaman publik tentang peran komunikasi visual dalam merespons tema yang kompleks.
BDD memang selalu menghadirkan tema-tema berbeda setiap tahunnya, dan hal ini menurut Seto menjadi daya tarik tersendiri. “Salah satu hal menarik dari BDD adalah bagaimana setiap tahunnya mengangkat tema yang benar-benar berbeda. Hal ini membuka kesempatan bagi kami untuk terus bereksperimen dan mencari bentuk baru dalam komunikasi visual,” ungkap Seto. Keunikan tema tiap tahun juga memungkinkan Satu Collective untuk menciptakan narasi visual yang kohesif dan tetap membuka ruang dialog. Seto menambahkan, “Kami mencoba menginterpretasi tiap tema ke dalam satu objek utama yang bisa menjadi representasi yang menyeluruh. Pendekatan seperti ini memungkinkan kami menciptakan narasi visual yang kohesif dan tetap membuka ruang untuk dialog lintas disiplin. Tahun ini, paracord menjadi bahasa visual tersebut.”
Simpul tidak hanya menjadi bentuk fisik tetapi juga simbol dari keterhubungan yang saling menguatkan. Ini menjadi perwujudan dari filosofi “Lintas Batas” yang ditawarkan tahun ini. Di masa kini ‘batas’ yang membentuk kehidupan seperti di masa itu, sudah tidak ada lagi. Salah satu produk dari hilangnya batas itu adalah “Desainer”. Tahun ini, BDD merinci kata “Rancang” sebagai terjemahkan dari “Design” yang juga berarti “Pancang yang berujung tajam untuk dicucukan ke dalam tanah (untuk tanda, batas dan sebagainya),” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Dari sini, simpul paracord hadir sebagai metafora bagi kerja-kerja kolaborasi, persilangan disiplin, dan pertemuan gagasan bisa dirajut dalam sebuah ruang yang inklusif.
Bagi Satu Collective, proyek ini bukan hanya tentang menciptakan identitas visual, melainkan juga tentang merespons tantangan dan peluang yang ditawarkan tema BDD. Dengan merancang sistem visual yang berlapis, Satu Collective berharap dapat memberikan pengalaman yang tidak hanya estetis tetapi juga konseptual bagi publik. Logo, tipografi, hingga aplikasi pada media fisik di ruang publik dirancang agar publik bisa merasakan ketegangan dan potensi dalam melewati batas-batas yang ada.
Melalui tema “Lintas Batas”, BDD 2025 mengundang kita semua untuk melihat kembali batas yang selama ini membatasi cara kita berpikir, berkarya, dan berinteraksi. Dengan bahasa visual yang lahir dari metafora simpul paracord, BDD 2025 menegaskan pentingnya kolaborasi dan keberanian untuk terus menjelajah wilayah baru. Melalui “Lintas Batas”, BDD kembali memperlihatkan peran desain dalam merespons tantangan kontemporer dan membuka potensi-potensi baru bagi komunitas kreatif.